Jumat, 31 Januari 2014

3 Foto Amani

 "Ana suka banget Jerman. Negara itu keren banget, kan?"
"Kalau ana, dari SD suka Turki. Lihatlah 2 foto ini! Ini seharusnya ada 3 foto. Tapi yang 1 lagi harus didapatkan dengan hardwork. Benar-benar kerja keras." Kata Amani yang saat itu sedang berbagi cerita dengan teman pondoknya sambil menunjukkan 2 foto. Yang 1 adalah foto Hagia Sophia. Yang 1 nya lagi foto dirinya berdiri di depan Hagia Sophia yang sekedar editan biasa. 
"Ahaha, ini editan saja! Hehe ternyata anti emang fansnya Turki yah dari dulu? Lalu 1 lagi foto apa dong yang belum ada?" Tanya Imarah. Amani tersenyum sambil memandangi 2 foto dan merangkainya di atas meja. 
"Foto nyata." jawab Amani senyum.
"Maksud anti?" Imarah bingung.
"Ana akan berdiri langsung di depan Hagia Sophia, salah satu saksi bisu perjuangan Al-Fatih. Dan disana ana akan mengambil foto ana saat itu. Lalu, ana akan rangkaikan foto itu bersamaan dengan 2 foto ini. Ya, Suatu saat nanti." 
"Ehm,  keren juga cita-citamu :) . Eh tunggu tunggu.Turki? Tahu sekolah Suleyman, tak?" Tanya Imarah, teman Amani.
"Ana ga tau tentang sekolah sekolah begitu."
"Ya ampun, itu sekolah beasiswa Turki, Ni!!"
"Haqqan? ceritain dong, Ma!"
Selama 1 jam mereka bertukar cerita tentang Sekolah Suleyman yang memang Imarah pun pernah berkunjung kesana untuk study banding. Katanya sih sekolah yang nantinya kita bisa melanjutkan sekolah kita ke Turki. Bagaimana Amani tidak tertarik dengan kabar itu? Muhaalun!
"yah, kalau anti mau tau lebih lanjut anti bisa datang langsung ke tempatnya."
      Terketuk hati Amani untuk mengatakan sesuatu pada ayahnya tentang sekolah ini.
      Saat perpulangan pondok tiba, Amani mulai berkata pada ayahnya tentang sekolah Suleyman itu. Namun sayang, awalnya ayah Amani tidak percaya pada sekolah yang Amani ceritakan itu. "Mana ada sekolah yang bisa dengan semudah itu langsung take off ke Turki!" begitu kata ayahnya. Amani bingung harus bilang apa lagi supaya ayahnya percaya dengan perkataannya. Namun Amani sudah kehabisan kata-kata. Ia pun pergi ke kamarnya dan terus berfikir bagaimana caranya untuk membujuk ayahnya ke Jakarta, tempat sekolah Suleyman itu berada. Ia pun tidak berputus asa. Ia menceritakan sekolah Suleyman itu ke kakaknya. Memang, kakaknya selalu mensupportnya dan menasihatinya jika masalah persekolahan. Ketika ia menceritakan pun kakaknya mengerti. "Baiklah, nanti kakak yang bicara dengan ayah. Kamu terus cari bukti supaya ayah percaya." Amani pun mengangguk. Ia membuka laptopnya dan mulai browsing tentang Suleyman itu. Siapa tau dapet sesuatu untuk buktinya. Pikirnya. Dan memang benar, ada! Amani pun menunjukkan bukti-bukti bahwa sekolah tersebut bisa mengantarkannya ke negara Turki dengan persyaratan tertentu. Amani menunjukkan pada ayahnya dan ayahnya sangat takjub melihat keadaan sekolahnya yang memang luar biasa. Tiba-tiba ayah Amani memuji sekolah itu dan langsung mengajak Amani untuk survey ke Jakarta. Amani gembira bukan kepalang. Ia pun bersiap-siap pergi ke ibukota.

      Sampailah di ibukota. Disana mereka melihat bangunan kaca besar dengan tulisan Suleyman School. Wah! besar sekali sekolah ini. Pikirku. 
"Amani, ayo kita masuk!" ajak ayahnya. Mereka berdua pun masuk. Mereka bertemu dengan seorang receptionist yang menanyakan tujuan mereka datang kemari, ya seperti di hotel saja. Mereka pun dipertemukan dengan para staff pengajar disana. Mereka bertanya-tanya tentang sekolah yang luar biasa itu. Tibalah di inti pembicaraan. "Kira-kira, jika anak saya didaftarkan kesini, biaya yang harus dibayarkan berapa, ya?" tanya ayah Amani karena memang keluarga Amani bukan termasuk "kelompok atas".
"disini program beasiswa, Pak! Bapak tidak usah membayar apapun. Disini kami menyediakan gratis untuk para siswa yang benar-benar ingin belajar dengan baik. Asalkan syarat-syaratnya bisa mereka penuhi, yaitu lulus test dan memiliki tekad keinginan yang kuat untuk belajar." Mereka kaget bukan kepalang. Sekolah yang semegah ini diberikan gratis untuk siswanya? Mana mungkin? Itulah yang membuat Amani terbakar semangatnya. Ia tidak sungkan lagi mengatakan bahwa ia HARUS mengikuti test itu. Walaupun sang guru disana mengatakan bahwa saingan yang harus disaingi adalah sekitar 2.000 orang. Tapi tidak memecah semangat Amani yang terlanjur jatuh cinta pada Turki.
      Ayah Amani pun puas berbincang-bincang dengan guru disana. Karena sore sudah menjelang, ayah Amani berpamitan pulang.
"Amani, kau harus bisa mengalahkan 2.000 orang itu. Jadilah orang-orang terpilih, Nak! Belajarlah dengan giat agar kau bisa terseleksi dalam testnya." Ayah Amani yang dulu tidak mempercayai, sekarang malah mensupport Amani untuk terus maju dalam menggapai cita-cita anaknya.
      Amani membuka situs jejaring sosialnya, facebook. Disana ia curhat pada temannya yang ada di Turki sana, namanya Nazli, dan Ismail. Ia ingin ke Turki, tapi apa ia bisa jadi peserta terseleksi dari 2.000 orang dari seluruh Indonesia? Nazli dan Ismail begitu semangat menyemangatiku. Mereka berharap Amani segera ke Turki dan berkumpul bersama mereka di Istanbul. "seni burada gelebilsen misafir etmek isterim Amani," kata Ismail. (Saya ingin kau menjadi tamu saya kalau kau bisa datang kesini, Amani). "çok seviniriz Amani ailenle birlikte beklerim" (Kmi sngat senang Amani, kami tunggu kamu & keluargamu). Nazli : "You know turkce a little if you come here you will learn very well " Kata itu sangat menjadi motivasi Amani pergi kesana! Kata-kata itu ia tempel di lemarinya sebagai penyemangat belajarnya.
      Tiba saatnya harus Amani pulang ke pondok. Amani pun senang, karena bisa mencari ilmu agama yang bisa ia siapkan untuk test nanti. Amani pun tiba ke pondok.
"Hay! Kaifahaluki fii yaumil utlah, yaa ukhtii?"
"Hay, Ima! bi-kheir alhamdulillah. Kholash yaa ana saata'allam awwalan." (Baik. Sudah ya, saya mau belajar dulu.)  Kata Amani. Ima bingung, biasanya dia main ke Lapang sesudah perpulangan. Namun sekarang dia belajar.
     Amani melingkari tanggal 4 Juni sebagai hari-H test. Di tanggal itu ia tuliskan "laa haula walaa quwwata illa billah." Sekarang tanggal 31 Mei. Yah, cuma 4 hari lagi!!! Amani tidak menceritakan apa yang dialaminya pada siapapun. Karena Amani tidak ingin teman-temannya tahu bahwa ia akan pindah ke Suleyman school jika ia masuk dalam testnya. Amani sebenarnya bingung juga. Tanggal 4, di pondok tidak libur. So terpaksa ia harus izin pulang. Selama 4 hari ini Amani benar-benar full of learning. 
      Tibalah tanggal 04 Juni. Ayahnya menjemput Amani yang siap test. Sebelumnya ayah Amani meminta izin Amani untuk sebuah keperluan penting di hari itu. Caw lah mereka ke Ibukota.
      Tibanya disana, Amani terkejut karena di Jakarta saja sudah banyak saingannya dari pesantren-pesantren besar. Ia agak sedikit takut namun yakin kan bahwa ia bisa melakukan apa yang ia bisa. Yakinlah jiwaku! Teman-temanku sudah menunggu disana! kataku dalam hati. Saatnya test, Amani terlihat enjoy disana.
      Tanggal 10 Juni adalah dimana saat hasil test diumumkan. Di hari itu Amani dipenuhi dengan doa supaya namanya tertera dalam daftar siswa diterima. Ternyata BENAR!!! Di urutan nomor 23 ada nama AMANI ALIYAH. Sujud syukur serta isak tangis menyertainya. Ayahnya memeluk erat Amani begitu juga Amani. 
"A..Ayah. Aku berjanji, aku akan belajar keras sehingga ku bisa sampai di Turki sana." ucapnya lirih.
      Sepulangnya dari Jakarta, Amani kembali ke pondok, bukan untuk kembali belajar disana, tapi untuk mengemas barang-barangnya disana.
      Di pondok...........
Imarah, teman samping kamar Amani melihat Amani di depan kamarnya sedang melamun.
"Aaaaahhh! Amani! Kemana saja kau! Akhirnya kau balik lagi ke pondok. Kau izin pulang lama sekali! Ahaha tapi tak apa yang penting sekarang kau sudah berada di pondok lagi. Hayya bina nadzhab ilal maydan!" ajak Imarah yang rindu dan gembira sambil menepuk-nepuk pundak Amani, mungkin Imarah rindu Amani yang hampir 1 minggu izin pulang. Amani melihat pada Imarah pelan. Amani pun tersenyum. "Syukron jaziilan alaa musa'adatiki, ukhtii!" (thnx 4 ur help). Imarah yang sedang berseri-seri itu tiba-tiba kebingungan apa maksud pembicaraan Amani. 
"What is it mean, sis?" Tanya Imarah. Namun Amani hanya tersenyum dan melihat langit. Ketika Imarah melihat orang-orang sedang mengangkat barang-barang milik Amani, Imarah kaget. "Apa maksudnya ini?"
"He...he..hey, Amani! A...apa maksudnya ini, hah? APA? katakan padaku apa?!" Amani melihat wajah Imarah dengan mata yang berkaca-kaca seraya memeluk erat Imarah.
"Amani? Anti sa  tantaqilin fauran? Maa hadats, yal-ukh! LIMADZAA?!" tanya Imarah menangis.
"Afwan, ukh! Tapi ana harus mengejar cita-cita ana di Suleyman School yang kau tunjukkan itu. Anti harusnya senang, bisa menerima berita ini karena shohibatuki ini sudah diterima di sekolah itu, :') "
"A...Anti keterima disana? Haqqan? Tapi kenapa anti meninggalkan kita disini begitu saja!"
"Laa! Ana gak meninggalkan anti begitu saja. Ana sudah masuk dalam kehidupan anti, kita sudah mengalami banyak pengalaman indah. Ana meninggalkan kenangan di kehidupan anti kan,? yang dengan kenangan itu, jangan lupakan ana dengan begitu cepat. Suatu saat nanti mungkin kita bisa bertemu di tanah suci :')" mereka pun berpelukan dengan air mata yang membasahi keduanya. 
"A...Amani, ana afham. Idzan, kejarlah cita-citamu, sis! Ana ingin sekali melihat anti sukses di Turki. Ana ingin melihat foto asli anti di depan Hagia Sophia. Fotomu nanti akan lengkap menjadi 3. Foto yang masih hilang akan segera tertempel bersama 2 foto mu yang waktu itu! :) yang foto ke-3 itu bukan hanya sekedar editan biasa, tapi REAL PHOTO :). So, Reach ur ambition! Teman-teman anti sudah menunggu disana dan siap menyambut kedatangan anti. Doaku menyertaimu, sis!"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar