Fikri Nakhla Rafie seorang ayah ahli agama yang pandai dan memiliki cita-cita tinggi, yaitu menegakkan kembali sistem islam di seluruh dunia dengan pemimpin yang 1 di dunia yang disebut dengan khalifah. Sungguh mulia cita-citanya, cita-cita yang justru membawa muslim wal muslimah di dunia ini ke dalam ajaran Allah yang membawa pada jalanNya yang lurus.
Tidak mudah bagi seorang kepala keluarga yang berusia 48 tahun ini untuk menyiarkan agama islam yang sudah belasan atau bahkan puluhan tahun lamanya. Seorang kepala keluarga sebetulnya diperintahkan Allah unruk menjaga anggota keluarganya dari api neraka. Namun apa yang terjadi pada keluarga Pak Fikri yang memiliki 4 orang anak tersebut? Anak pertama bernama Aisha Farhana (22 th), anak kedua Hamdani Kafie Najih (21 th), anak ketiganya Ghaziya Hafiza (15 th) dan anak bungsunya bernama Durratul Jinan (1 th). Aisha, Kafie, dan Zia yang memang anak yang termasuk sulit diatur. Karena Zia masih bisa disekolahkan, maka sang ayah memasukkan Zia ke pesantren tempat ayahnya dulu sekolah supaya akhlaknya tidak melenceng terlalu jauh. Sedangkan untuk Aisha dan Kafie yang memang sudah melenceng dari harapan keluarga bisa dikatakan seperti pohon tua yang bengkok batangnya. Sulit diluruskan kembali! Berkata sang ibu pada Zia "Jadilah anak yang shaleh, Nak! Jangan seperti kakak-kakakmu yang sampai sekarang susah diatur! Ibu menyesal dahulu tidak memasukkan mereka ke pesantren. Ibu juga yang salah, mungkin mereka kekurangan didikan agama sehingga mereka susah diatur dan terbawa arus negatif lingkungan luar. Ibu nasihati mereka sekarang sudah tidak mempan. Ilmu agama dahulu yang mereka serap tidak sering diasah hingga akhirnya mereka sulit untuk dinasihati lagi. Adikmu nanti akan ibu masukkan ke pesantren agar menjadi anak yang shalihah penyempurna keluarga! Jadilah putri harapan keluarga, Nak!" begitu amanat sang ibunda. Hingga akhirnya 1 anaknya kini memasuki alam pesantren, Ghaziya Hafiza.
Pernah suatu ketika Pak Fikri diundang untuk menghadiri rapat. Sepulangnya dari rapat itu, Pak Fikri merundingkan dengan anggota keluarganya. Apa yang beliau katakan? "Di acara rapat tadi, intinya bapak akan dikeluarkan dari organisasi ini apabila bapak tidak betul dalam mengurus anak-anak. Sepertinya masyarakat melihat kalian (anak-anak) saat berkegiatan di luar. Mereka memberi bapak waktu 6 bulan untuk mendidik kalian. Oleh karena itu, jadilah anak-anak yang baik, dan jangan susah diatur. Bapak bisa-bisa tidak diizinkan lagi menyiarkan agama islam jika kalian tetap seperti ini."
Semua anggota keluarga kaget begitu mendengarnya. Beberapa hari kedepan memang terlihat beberapa perubahan baik. Tapi setelah berbulan-bulan justru mereka mulai melakukannya lagi secara sembunyi-sembunyi.
Suatu ketika pernah terjadi pula sesuatu hal. Saat Kafie dan Aisha yang pada waktu shubuh masih di atas kasurnya dengan selimut yang menyelimuti tubuhnya. Sang ibu membangunkan mereka tapi mereka tak kunjung bangun! maka berkata sang ayah "biarkan saja! Kita lihat sampai mana mereka tidur,".
Pukul 07.00 pun datang. Kafie dan Aisha belum bangun juga. Karena sang ayah kesal, maka ia pun mengambil 2 ember air dan menyiram mereka berdua dengan air yang dibawa. Dengan cara inilah mereka bangun akhirnya. Sang ayah tidak berkata apa-apa ketika membangunkan. Memang Pak Fikri adalah ayah yang tidak banyak berkata namun tindakannya bijaksana.
Anggota keluarga yang melenceng dari aturan agama memang sulit diatur. Dinasihati sebagaimana pun tidak akan terngiang terus dalam telinganya. Mungkin ini merupakan suatu cobaan dari Allah untuk meneguhkan hati mereka (ayah dan ibu) untuk berjuang mempertahankan anggota keluarganya dari api neraka. Sungguh sulit dan berat bukan main sepertinya bagi seorang kepala keluarga mendegar celotehan orang-orang yang membicarakan anaknya yang bandel yang katanya anak dari seorang ahli agama, "anak ustadz kok gitu, ya?"
Anak atau anggota dari keluarga seorang ahli agama belum tentu semuanya taat pada aturan Allah dan RasulNya. Cerita ini hampir serupa dengan putra Nabi Nuh as. yang tidak mau menaati ayahnya untuk naik perahu bersamanya karena keegoisan dan kesombongannya. Padahal sebenarnya Nabi Nuh as. sangat menyayangi putranya dan sudah berkali-kali membujuk putranya untuk naik dalam perahu ayahnya. Namun karena putranya tidak mau menaati ayahnya, akhirnya Allah pun berkehendak lain.
Oleh karena itu guys, menjaga nama baik keluarga itu memang sangat penting. Sama pula kita menghargai orang tua yang dengan perjuangannya mendirikan sebuah keluarga yang mengharapkan Ridha Allah. Jagalah akhlak yang orang lain akan menilainya dari luar dahulu. Semoga keluarga kita dilindungi dan diberkati Allah swt. aamiin....
Aamiin
BalasHapus