Wahai, hidup ini indah dengan dekapan ukhuwah… Apalagi
sebuah keluarga yang bekerja sama tuk raih ridha Illahi. Para peneliti
memberitahukan bahwa salah satunya alas an kita menjalani sosialisasi adalah
demi kepentingan pribadi. Atau sekedar penyeimbang yang diperlukan untuk
menjaga egoism. Ya, menyendiri adalah penderitaan. Tapi kebersamaan tak kalah
buruknya.
Inilah “Dalam Dekapan Ukhuwah”. Contoh kebersamaan
seseorang. Nabi Musa as, dengan berbagai mukjizatnya, beliau masih merasa belum
utuh. Ia meminta 1 hal lagi pada Allah. “Dan Harun saudaraku,” pintanya.
“jadikanlah ia pendamping yang menguatkanku,” Allah mengabulkan. Musa
dan Harun berjuang di jalanNya memimpin kaum yang sulit ditata dan mengalahkan
Firaun yang perkasa. Mereka bersama suka dan duka, perdebatan dan pertarungan
mereka lalui, membebaskan Bani Israil dari perbudakan hingga memimpin mereka
berhijrah dan menyaksikan tenggelamnya sang tiran. Juga bersama menghadapi saat
saat sulit ketika Bani Israil makin rewel, menyembah patung lembu, membangkang
pada Allah.
Mereka saling menguatkan untuk merubuhkan kedzaliman. Saling
menguatkan untuk menegakkan kebenaran. Dan kita tahu, bahwa Musa as minta pada
Allah agar Harun jadi penguat di sisinya atas berbagai kelemahan yang
dimilikinya.
Yang menjadi sebuah ironi ketika sebuah keluarga tidak
saling mendukung adalah kehancuran, Cordoba misalnya. Yang salah satu faktor
hancurnya islam di kota peradaban dunia itu adalah pemberontakan dari keluarga
amir sendiri. (yang pada waktu itu sang khalifah, Hisyam Al-Mu’ayyad Billah juga diangkat menjadi khalifah saat usianya 12
tahun (dalam sumber lain 11 tahun)).
Contoh ukhuwah lain, Abdullah bin Ummi Maktum, orang yang
karenanya Rasul ditegur Allah swt, karena saat itu Rasulullah sedang berada di
hadapan para pembesar Quraisy, membacakan ayat-ayat Allah pada mereka. Saat itu
teramat tinggi hasrat Rasulullah agar para pemuka itu mau menerima dakwah,
karena mereka adalah pemimpin kaumnya, begitu piker beliau. Akan banyak orang
yang ikut langkah mereka, biidznillah. Maka kedatangan Abdullah itu yang buta
dan lemah tanpa kuasa itu terasa seperti sebuah usikan kecil bagi ambisi
Rasulullah. Kehadirannya seolah menjadi citra bahwa yang ikut ajaran Muhammad
adalah orang-orang dhuafa, faqih, terbelakang dan pandir. Itu pasti akan
membuat para pemuka tak nyaman dan makin enggan. Oleh sebab itu Rasulullah
bermuka masam dan berpaling. Allah menegurnya dengan turunnya surat Abbasa.
Tegas dan lugas!
Namun akhirnya Abdullah bin Ummi Maktum hidup dalam dekapan
ukhuwah, merasakan manisnya persaudaraan islam yang tak membedakan derajat,
kepemilikan, dan penampilan. Hingga satu waktu, Rasulullah mempersaudarakan
lelaki buta dan dipandang sebelah mata ini dengan lelaki paling memikat di
segenap penjuru ka’bah. Siapakah beliau?!!!! Jawabannya adalah Mush’ab bin
Umair.
Rasulullah bahkan mengutus Abdullah dan Mush’ab sebagai 1
tim kerja ke Madinah untuk memenuhi request para penduduk Yastrib yang
berbaiat di aqabah. Mereka harus berdakwah, menyirami jiwa-jiwa yang haus akan
nilai-nilai Rabbani.
Mush’ab yang rupawan, elegan, mengundang kekaguman. Akhlak
yang baik itu bertugas jadi daya tarik. Dengan tuturnya yang lembut, sikap
santunnya yang memikat, hujjah hujjahnya yang tak terbantah, susunan kata yang
mempesona, beliau taklukkan pemimpin kabilah, Sa’d bin Mu’adz misalnya, yang
islamnya diikuti seluruh kaum. Alhamdulillah…. :)
Sedangkan Abdullah bin Ummi Maktum melakukan pembinaan bagi
mereka yang berserah diri ke jalan Allah. Penduduk Yastrib dibacakan ayat-ayat
Allah lalu mentazkiyah mereka, mengajarkan kitab dan hikmah. Padahal secara
dzahirnya mungkin Abdullah dan Mush’ab saling berkebalikan, tapi jangan salah, batin
mereka sangat kompak cuy!
Seorang dokter bernama Myriam Horsten mengemukakan teori “Variabilitas
Jantung” ternyata jantung yang sehat adalah orang-orang yang sering sering
terhubung dengan sesama manusia. Mereka yang aktif dan banyak terhubung dengan
sesama manusia dalam sehari mengalami tertawa, bersemangat, bergairah, tapi
juga marah. Mereka frustasi, berelaksasi, bersedih, tegang, tersenyum, takut,
cemas, optimis. Guncangan emosi seperti ini yang dipicu dari hubungan-hubungannya
dengan sesama mempengaruhi berbagai hormon, utamanya adrenalin yang turut serta
mengatur kerja jantung. Inilah hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa Islam
itu indah, menuntut kita untuk terus menjalin silaturahmi. Itu berarti orang
yang flat sosialisasinya, maka jantungnya juga jadi flat, tidak seoptimal
kerjanya jantung yang guncangan emosinya baik. (Hmm bagaimana ya kalau orangnya
pasif dalam bersosialiasi? :) )
Terkadang rasanya ingin menjadi seperti angin, bermanfaat
bagi kehidupan lain juga. Membantu penyerbukan bunga pada tanaman, memindahkan awan
dan mendatangkan hujan di tempat tandus, mempunyai energi kinetik untuk
menggerakkan kincir angin, dan menyegarkan udara dan menyejukkan. Angin tidak
menampakkan dirinya, tapi manfaatnya terasa :)
gak perlu riya dengan kebaikan, yang penting kebaikan itu terasa di hati
saudara seiman karena amalan utama setelah amalan fardlu adalah menyenangkan
hati sesama muslim :) :) :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar