Jumat, 13 Juli 2018

İnsan Luar Biasa

Setiap orang memiliki derajatnya masing-masing. Kita ambil contoh dalam hal sholat. Orang muslim yang awam setidaknya tahu tentang keharaman meninggalkan salat fardlu. Maka ia mengharamkan dirinya meninggalkan salat lima waktu. Semakin dia berilmu, semakin ia tahu bahwa orang yang salat pun ternyata masih dikatakan celaka apabila ia lalai dalam shalatnya. I tahu lalu kemudian mengharamkan dirinya sholat di akhir waktu. İa terus menimba ilmu hingga ia juga tahu bahwa lalai tidak hanya melaksanakan salat akhir akhiran tapi juga bisa dikatakan lalai apabila ia tidak memperhatikan syarat, rukun, dan sunah2nya, maka ia mulai sholat awal waktu dengan memperhatikan rukun, syarat dan sunnah2nya.
Baru tahu juga ternyata salat itu diumpamakan konsultasi dengan Allah. Maka selain di awal waktu n memperhatikan syarat rukun dan sunah2nya, bahkan ia juga menyingkirkan sesuatu yang mengganggu pikiran dan memantapkan hati untuk bertemu sang Ilahi. Perfect!
Derajat salat orang yang berilmu kurang lebih demikian maka tidak aneh apabila Allah melebihkan pahala orang yang berilmu daripada abid ahli ibadah, karena orang berilmu ketika beribadah sedikit saja ia memperhatikan dari segala halnya, sehingga ibadahnya jadi sesuatu yang sangat bernilai di hadapan Allah.
İn other case masuk contoh lain dalam akhlak keseharian misalnya ia mengetahui bahwa iffah seorang wanita bisa terjaga dengan ditutupnya aurat berdasarkan surat al-ahzab ayat 59 maka ia mengharamkan dirinya membuka aurat. Setelah itu ia kembali menimba ilmu dan mengetahui bahwa pergaulan seseorang dengan lawan jenisnya pun harus diperhatikan, maka ia meninggalkan yg namanya pacaran. Semakin menggali ilmu teruuuus ia tahu kenapa pacaran itu diharamkan maka ia pun mulai bersikap wara' berhati-hati dengan mengurangi interaksi apapun yang dianggap kurang penting dengan lawan jenisnya.

Setelah itu dalam hal sabar dan tidak banyak mengeluh, tidak banyak berbicara. İa pun kurangi sesuatu yang keluar dari lisannya jika itu kurang berfaidah, karena ia tahu bahwa orang-orang besar seperti Bayazid Bustomi misalnya ketika seluruh tubuhnya ditumpahkan abu gosong ia tak berusaha mencari tahu siapa pelakunya atau bahkan mengeluh. sebaliknya, dia jadikan bala bencana yang selayaknya dikeluhkan justru menjadi kenikmatan dan bahkan bahan syukuran. Bustami bersyukur karena baginya, ia adalah hamba yang layak ditumpahkan api neraka. Maka ketika kemudian hanya abu yang tertumpahkan, ia merasa bersyukur sekali. Begitulah ketika ma'rifat sudah memuncak. İa jadikan keluhan menjadi bahan syukuran dan kenikmatan.
Seseorang dikatakan melemah imannya ketika hal baik yang biasa ia lakukan tidak lagi dilakukan, misal ketika ia biasa mengharamkan dirinya untuk mengeluh lalu tiba-tiba mengeluh dengan alasan Innal insana khuliqo haluu'a, sesungguhnya manusia diciptakan suka mengeluh dan beralasan bahwa itu adalah sifat biasa manusia, di situlah Iman diuji. Jika kita melihat hal yang demikian, kita katakan : jika memang mengeluh adalah sifat biasa manusia, tidak kah kita menginginkan menjadi seorang yang luar biasa yang keluar dari kebiasaan (buruk) manusia?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar