Sabtu, 30 Juni 2018

Terlanjur... 💚

Seorang kerdil yg terlahir dari kelurga yang begitu agamis. Selalu berusaha membentuk saf disaat adzan dikumandangkan. Membentuk halaqah saat waktu kajian. Selalu beramar maruf nahi mungkar pada masyarakat.
Anggota keluarga dalam bertasattur nya terikat dalam syariat. İndaaah sekali...
Semakin besar dan semakin ku beranjak dewasa baru ku pahami apa yg hilang dari keluarga ini. Keagamisan yg ku segani melebur dari hari ke hari, dari tahun ke tahun.

Terlanjur cinta pada kedamaian, terlanjur rindu pada ketaatan. Terlanjur terpesona dgn suasana dimana aturan itu diterapkan. Sayang, makin hari aturan itu tidak lagi diindahkan, dahsyat hancur bagai hurricane strucks.
Lingkungan islam terlanjur aku cintai, aku kukuhkan dalam hati agar tetap bersemayam dalam diri. Aku hijrah, aku pindah dari rumahku menuju tempat dimana aku bisa temukan kedamaian itu. Kedamaian dimana kami bisa menemukan saudara2 seiman utk bisa menegakkan dan menerapkan hukum2Nya... Ya, BERSAMA.
Apalah arti bersama jika syariat tak lagi dicinta. Fatamorgana!

Meskipun 'dunia' belum digenggam, walau pendidikan tradisional gagal memenuhi aspirasi dan ketertarikanku, aku bahagia bisa mengenal Rabb ku lebih dekat,  mengetahui lingkungan ukhuwah islamiyyah lebih dalam...
Ku sadari belum ada kontribusi besar yg aku lakukan utk dunia. Aku takjub pd ulama2 dan filsuf2 islam zaman dulu. Zaman dimana teknologi belum secanggih hari ini pun ulama dapat terbentuk. İtulah kekuatan tirakat mereka.
Sekarang lho, zaman serba ada, teknologi semakin canggih, apa2 tinggal pencet, tapi ulama2 macam İbu Sina, Al Farabi dkk sudah jarang bermunculan. Bukan berlebihan jika dikatakan sangat jarang sekali. Maafkan, mgkin kami2 para pemuda ni yg tdk bijak dlm menggunakan teknologi.
Ayah ibu, İnilah aku wanita yg memiliki banyak kekurangan dan keterbatasan. Ku harap generasi generasi ke depan dpt mewujudkan something tremendous than İ've thought and apply it as soon as possible. Lebih istimewa, lebih kreatif lagi utk perkembangan dunia islam.

Materi? Jika itu yg menjadi syarat kebahagiaan, bukan aku org yg bisa memenuhinya. Bukan aku sama sekali! Aku ga ada apa apanya, bukan org yg apa apa ada.
Ku harap memang bukan itu faktor kebahagiaanmu, ayah, ibu... 💚

Kemarin aku lulus ujian, menuju tekammül di kota 2 Benua, İstanbul. Aku ingat kata2 ayah, kebahagiaan sejati adalah ketika Tuhan meridhai aktivitas kita. Apapun aktivitasnya.
Jika disini adl tempat yg diridhai, aku rela bertahan dan bersabar. Karena ganjarannya besar bukan kepalang.

Ridhai aku berada disini, spaya tenang hati utk menuntut ilmu di kota İstanbul.

Dia (penguji) berkata "siapa namamu?"
Aku jawab dgn nama lengkapku.

"artinya jalan yg benar, betul?"

"ya, betul"

"saya suka namamu. Karena terkadang ada juga org yg tdk tahu betapa berharganya nama yg ia pakai itu"

Dalam hati "benar! Karena ayahku adl ayah yg hebat, tak pernah sembarang memberi nama tanpa alasan dan arti yg jelas."

@realstory☺

Tidak ada komentar:

Posting Komentar