Suatu hari, ibu memberikan uang jajan pada Asya. Beberapa jam kemudian ibu bertanya pada Asya tentang uang saku yang ibu berikan. Asya hanya menjawab “Habis, Bu” padahal ibu bertanya beberapa jam setelah ibu memberikan uangnya pada Asya. Tidak hanya satu atau dua kali ia menjawab pertanyaan seperti itu, melainkan sering. Ibu sudah bosan mendengar jawaban itu.
Pagi menjelang. Asya bersiap-siap pergi ke sekolah. Ia diberi uang jajan oleh ibunya sebanyak Rp9.000. Biasanya, Asya diberi uang jajan untuk ke sekolah sebanyak Rp5.000. Asya gembira karena diberi uang lebih oleh ibunya.
“Jangan senang dulu! Hari ini ayahmu sedang sibuk. Untuk hari ini pakailah bus. Ibu memberikan kamu uang lebih itu untuk ongkos bus. Pulang Rp2.000, pergi Rp2.000. Dan sisanya untukmu,” kata ibu.
“Saya tidak suka naik bus, Bu! Saya tidak mau!” kata Asya. tetapi ibu tetap membujuk anaknya itu. Beberapa saat kemudian Asya berubah fikiran “hhmmm... Baiklah, Bu. Daripada tidak sekolah sama sekali. Tapi ibu harus janji ya, aku menumpangi bus hanya satu hari ini saja!” tegas Asya. Asya pergi dengan rasa sedikit kesal. Ibu hanya tersenyum melihat sikap anaknya itu.
Asya menunggu bus di tepi jalan raya. Ketika ia menunggu, ia melihat ada pedagang accessories, seperti gelang, jepitan rambut, dan masih banyak lagi. Asya langsung menghampiri pedagang itu dengan mimik wajah berseri-seri. Asya lalu mengambil banyak barang yang ia sukai di toko jepit itu. Jumlah semua barang yang dibeli Asya sampai Rp7.000. Lalu ia membayarkan semuanya tanpa merasa rugi.
Ia pergi ke tempat asalnya (menunggu bus). Kini sisa uang Asya hanya Rp2.000. Ia menunggu bus sambil memasukkan accessories yang baru ia beli ke dalam tas. Beberapa saat kemudian, ia menemukan bus. Ia pun naik ke dalamnya. Di dalam bus, ia sangat gelisah, karena tidak ada lagi tempat kosong untuk duduk. Dengan berat hati ia berdiri, dan tidak hanya itu, Asya juga jatuh 3 kali karena ia tidak terbiasa berdiri dalam bus. Orang-orang hanya menertawakannya. Suasana seperti inilah yang tidak disukai Asya.
Tiba-tiba seorang tante yang sedang duduk menyendiri menawari Asya duduk dipangkuannya. Di perjalanan, mereka saling mengobrol. Tante itu sangat ramah. Seusai mengobrol, Asya berkata dalam hati.
Iiiiiiiiiigggghhhh…. Benci, benci, benci ! Suatu saat nanti, aku tidak mau naik kendaraan seperti ini lagi!. Kata Asya di dalam hati sambil cemberut.
Tiba di sekolah..
Asya membayarkan ongkos busnya seharga Rp2.000. mungkin Asya tidak sadar bahwa sebenarnya uang Asya sudah habis setelah ia membayarkan ongkosnya.
Asya pun turun dari bus. Maryam melihat Asya turun dari bus. Maryam menjadi aneh karena tidak biasanya Asya memakai bus.
“Asya, kenapa kamu pakai bus? Biasanya kamu diantar ayahmu naik mobil,” tanya Maryam.
“Ayahku sedang sibuk,” jawab Asya dengan singkat dan langsung pergi ke kelasnya dengan wajah yang marah dan capek.
Lima jam kemudian bel pulang berbunyi. Saatnya pulang. Semua bubar tanpa ada sisa kecuali Maryam dan Asya. Ketika Asya sedang menunggu bus, Maryam datang menghampiri Asya dengan mobil mewah yang dikemudikan supirnya.
“Asya, mau pulang sama-sama? Kebetulan mobilnya kosong. Ayo cepat naik! Di lingkungan ini sudah tidak ada siapa-siapa lagi, lho! Aku khawatir sama kamu,” ajak Maryam sambil membukakan pintunya untuk Asya. Asya mengangguk. Ia menerima penawaran Maryam dengan senang hati. Namun, ketika ia akan naik ke mobil Maryam, ia teringat pesan ibunya. “…Ibu memberikan kamu uang lebih itu untuk ongkos bus. Pulang Rp2.000, pergi Rp2.000…” Asya tidak mau jika ia melanggar perintah ibunya itu (pulang pergi naik bus) karena ia pernah diceritakan oleh ibunya akibat melanggar perintah orangtua. Asya yang tadinya akan naik mobil Maryam tiba-tiba berubah pikiran.
“Terima kasih ya, Maryam! Niatmu baik. Tapi, aku naik bus saja ya. Tidak usah khawatir! Maaf ya! Kamu pulang duluan saja,” kata Asya yang sempat kecewa.
Akhirnya Maryam pergi dengan perasaan yang sedikit kecewa. Maryam melambaikan tangannya pada Asya. Asya kembali menunggu bus. Sebelum bus tiba, Asya menyiapkan uang untuk membayar ongkos. Pada saat ia mengambil uang ongkos di saku bajunya, Asya kaget sekali. Ia baru menyadari bahwa uangnya sudah habis. Ia menghitung apa yang ia beli dari mulai pergi sekolah sampai pulang sekolah. Ternyata benar! Semuanya Rp9.000, persis seperti bekal Asya yang diberi oleh ibu. Ia sangat menyesal karena ia tidak ikut pulang bersama Maryam. Ia juga menyesal telah membeli accessories yang tidak ia pakai sama sekali. Akhirnya, ia bingung. Apa yang harus ia lakukan? Ia berpikir.
5 menit kemudian…
Nah, ini salah satu cara yang halal. Aku harus mencobanya! Asya berkata dalam hati. Ia mengangguk-angguk sendiri setelah mendapatkan ide itu. “Ya, ayooo lari menuju rumah!!!!!” seru Asya pada dirinya sendiri. Hop..hop..hop.. Ia terus berlari sampai ke rumahnya. (Ia mengira jarak dari sekolah ke rumah Asya itu dekat. Padahal, jaraknya lumayan lho! Kurang lebih 5 km!! hihihihi.. Apakah Asya kuat berlari? Kita lihat saja nanti).
Ibu di rumah mengkhawatirkan Asya. Biasanya Asya pulang pukul 12.00. Tapi sudah pukul 02.00 dia belum pulang juga. Karena tidak biasanya Asya terlambat. Apalagi sekarang ia telat 2 jam.
5 menit kemudian…
Tok...tok...tok... suara ketukan pintu terdengar di rumah. Ibu membukakan pintunya. Tiba-tiba, GUBRAK…!!! Asya jatuh dipangkuan ibunya ketika ibu tepat membukakan pintu rumahnya. Pakaian Asya basah keringat seperti yang baru berenang. Rambut Asya basah keringat seperti sudah dikeramas. Wajah Asya merah lelah seperti apel merah. Ibu khawatir dan penasaran dengan keadaan Asya yang seperti itu. Apa yang telah terjadi padanya? Ibu membawa Asya ke kamarnya dan membiarkannya istirahat.
Setelah beberapa jam ibu menjenguk Asya di kamar. Ia menunggu sampai akhirnya Asya sadar dari pingsannya. Beberapa saat kemudian Asya pun sadar. Ibu memberikan Asya teh manis. Setelah Asya istirahat sejenak, ibu bertanya pada Asya, apa yang telah terjadi pada Asya. Asya menangis lalu memeluk ibunya.
“Bu, maafkan Asya, ya! Tapi hanya ini cara yang ada difikiran Asya supaya Asya bisa pulang ke rumah. Ibu jangan marah ya kalau sebenarnya, A...A...Asya pulang ke rumah ti... tidak dengan bus,” Asya berkata sambil memeluk ibunya dan menangis. Ibu Asya keget! Lalu ibu Asya melepaskan pelukan Asya.
Ibu bertanya pada Asya dengan khawatir “Lantas, kamu pulang dengan siapa? Bagaimana kamu bisa pulang?” tanya ibu khawatir.
Dan Asya menceritakan semuanya. Ia mengaku atas semua kesalahan yang ia perbuat. Dan ia memohon pada ibunya supaya ia tidak seperti nasib Malin Kundang, yang tidak mengakui ibu kandungnya sendiri. (Asya bukannya tidak mengakui ibu sebagai ibunya, melainkan tidak mengakui perintah ibunya.) “Hahahaha...” Ibu tertawa kecil. Ibu memaafkan apa yang Asya sesali. Ibu menyuruh Asya untuk mandi terlebih dahulu.
Sepuluh menit kemudian, Asya sudah sangat cantik dan rapi. Ketika Asya keluar dari kamarnya, ia dipanggil ibu ke ruang tamu. Ibu berkata pada anaknya, Asya Nur Syifa.
“Asya, ibu kasih saran untuk kamu agar kamu menabung. Ya, bisa disebut menghemat uang juga. Nanti kalau kamu boros itu bisa mengakibatkan dampak buruk. Salah satunya seperti yang kamu alami barusan. Akhir-akhir ini kan ayahmu cukup sibuk. Kasihan jika pekerjaannya terganggu. Jadi ibu minta kamu belajar ke sekolah naik bus,” saran ibu pada Asya. Asya menundukkan kepala.
“Baik, Bu. Aku akan berusaha untuk menabung. Aku juga akan coba sisihkan uang jajanku. Dan aku juga akan belajar membiasakan diri naik bus,” Asya menundukkan kepalanya.
Ternyata janji Asya tidak bohong! Ia benar-benar menepati janjinya! Asya menjadi anak yang rajin menabung! Satu tahun kemudian ia membuka hasil tabungan yang ia kumpulkan di celengan ayamnya. Ternyata ketika semuanya dihitung, WAW! Kurang lebih hasil menabung Asya adalah Rp3.000.000 (tiga juta rupiah). Sekarang ia memperlakukan uang itu bukan untuk membeli accessories seperti sebelumnya. Melainkan untuk menolong dan membantu orang yang sedang kesusahan, bersedekah, dan sebagainya. Kini, Asya tahu perbandingan boros dengan hemat. Ternyata berbeda jauh. Sekarang Asya memilih untuk hidup hemat!
“Wah, Asya sekarang beda sekali ya! Asya menjadi semakin hebat dan lebih baik!” banyak pujian dari pihak mana pun termasuk orangtua Asya. HIDUP HEMAT? SIAPA TAKUT!!!! HEMAT ITU KAN PANGKAL KAYA!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar