Setetes air mata mambasahi pipi Ibu Saleha. Ia baru saja diusir majikannya yang sombong dan angkuh. Ibu Saleha adalah sesosok ibu yang Salehah dan taat pada Allah, Rasul, dan agamanya. Ibu Saleha diusir majikannya karena Ibu Saleha selalu mengingatkan sesuatu yang benar kepada majikannya. Namun, majikan itu memang keras kepala. Ia tidak mau mendengarkan apa yang Ibu Saleha katakan. Padahal itu sesuatu yang menunjukkan ke jalan yang lurus. Namun si majikan selalu membangkang. Oleh karena itulah Ibu Saleha diusir majikannya.
Ibu Saleha yang berkerudung rapi itu menyusuri jalan yang entah kemana arahnya.
Terik matahari di siang hari sangat menyengat. Ibu Saleha beristirahat di bawah pohon yang rindang. Setelah itu ia merenung sejenak. Beberapa hari lagi bulan Ramadhan akan datang. Bulan ini tentu saja bulan yang istimewa dan penuh berkah. Ibu Saleha bingung. Apa yang harus ia lakukan untuk menyambut hari itu. Ia ingin menyambut bulan tersebut karena ia ingin mendapat syafa’at dari Rasulullah di kemudian hari. Sambil beristirahat ia berfikir. Tiba-tiba ada 2 orang muslimah yang sedang berbincang-bincang. Kedua muslimah itu berjalan melewati Ibu Saleha. Salah satu dari muslimah itu melihat Ibu Saleha yang sedang duduk di bawah pohon. Lalu mereka menghampiri Ibu Saleha,
“Assalamualaikum,” sapa kedua muslimah itu.
“Wa’alaikumsalam,” jawab Ibu Saleha.
“wahai ibu, apa yang ibu lakukan disini?” Tanya salah satu muslimah.
“saya hanya beristirahat saja disini,” jawab Ibu Saleha sopan.
“kenapa ibu beristirahat disini? Mengapa ibu tidak beristirahat di rumah sahaja?” tanya salah satu muslimah dengan kata yang lembut. Namun ketika diberi pertanyaan tersebut, Ibu Saleha bingung harus menjawab apa. Akhirnya Ibu Saleha terus terang kepada kedua muslimah itu,
“Keluarga saya berada di pulau yang berbeda. Saya disini hanya untuk bekerja. Namun majikan saya mengusir saya karena saya yang selalu bersikap aneh kepadanya. Ya mungkin wajar saja. Sekarang, saya tidak tahu kemana tempat yang saya tuju. Tapi hal itu tidak menjadi fikiran besar saat ini. Saat ini saya bingung. Beberapa hari lagi Ramadhan akan datang. Saya bingung apa yang harus saya lakukan untuk menyambut hari itu.” Ibu Saleha menjawab dengan lembut dan penuh senyuman.
“Alhamdulillah! Kalau begitu ibu bisa ikut dengan kami. Kami juga akan menyambutnya dengan cara mengadakan pengajian. Tapi kami belum menemukan penceramahnya. Apa ibu bisa berceramah?”
“Saya tidak tahu. Tapi 2 tahun yang lalu, saya mengajar anak-anak mengaji. Biasanya saya menjadi penceramah kecil,”
“Nah, kalau begitu, ibu bisa menjadi penceramah di acara nanti. Saya undang ibu untuk datang ke rumah kami, ya! Oh iya nama saya Zayyina. Dan ini adik saya, Zatina. Ini alamat kami. Datanglah wahai Ibu yang baik! Baiklah, kami pulang dulu. Assalamu’alaikum,” ucap Zayyina sambil menyerahkan alamatnya.
“Wa’alaikumsalam.” Jawab Ibu Saleha dengan senyuman. Hatinya secantik wajahnya. Kata Ibu Saleha dalam hati.
Ibu Saleha memasukkan alamat Zayyina dan Zatina ke dalam saku bajunya. Ia tidur di bawah pohon. Beberapa jam kemudian adzan dzuhur berkumandang. Ibu Saleha bangun dari tidurnya "Alhamdulillah," ucapnya. Ia langsung mengunjungi masjid untuk shalat dzuhur. Ia melihat masjid yang besar dan megah. Ia menghampirinya. Sesampainya disana ia terkagum-kagum atas keindahan masjid itu.
“Subhanallah, alangkah indahnya tempat ini,” Ibu Saleha kagum. Ia memasuki masjid tersebut. Ia bingung. Saking besarnya masjid itu ia bertanya-tanya, dimana tempat wudlu nya? Ia bertanya di dalam hati. Akhirnya ia bertanya pada seseorang. Orang itu menunjukkan tempat wudlunya. Ibu saleha pun berwudlu. Setelah itu Ibu Saleha shalat berjamaah. Ia berdoa dalam shalatnya “Ya Allah, ya tuhan kami, ampunilah dosa-dosa hamba, ampunilah hambamu ini. Hamba memang tidak berdaya, hamba wajar untuk diusir dari rumah majikan hamba. Oleh karena itu, kuatkanlah hamba dalam menempuh jalanMu ini. Dan muliakanlah umat Nabi Muhammad yang selalu taat padaMu dan rasulNya. Amin ya Rabbal ‘alamin,” Ibu Saleha berdoa sambil menangis. Setelah itu Ibu Saleha melanjutkan perjalanan yang tanpa arah itu.
Malam menjelang. Ibu Saleha kelaparan. Ia sangat tidak berdaya. Ia lapar, namun ia tidak memiliki cukup uang untuk membeli makanan. Ia mengunjungi salah satu rumah makan.
“Assalamualaikum,” sapa Ibu Saleha pada penjual rumah makan itu.
“Waalaikumsalam,” jawab penjual.
“Bu, apakah ibu perlu pekerja? Saya siap bekerja disini, Bu! Saya membutuhkan uang sekaranhg ini,” kata Ibu Saleha.
“Maaf, tidak ada, Bu!” jawab sang pemilik. Tiba-tiba, salah satu pembeli dirumah makan itu berkata pada Ibu Saleha.
“Bu, kalau meminta-minta jangan disini! Masih ada di jalanan! Jika tidak mau, anda mencuri saja! Itu hal yang mudah, Lho!” kata salah satu pembeli tersenyum licik.
“Maaf, Mas! Saya sangat tidak senang dengan hal hina itu. Rasul tidak mencontohkan hal yang buruk kepada kita! Rasul tidak meminta-minta, apalagi mencuri. Saya tidak mau seperti itu, Mas! Jika anda senang seperti itu, harap dihentikan. Karena itu sangat dilarang agama!” Kata Ibu Saleha sambil melihat ke arah si pembeli tadi. Namun si pembeli tidak memerdulikan kata-kata Ibu Saleha tadi. Si pembeli malah mengolok-olok Ibu Saleha. Namun, Ibu Saleha menghadapinya dengan sabar.
“Ya sudah jika tidak ada, saya pergi saja. Assalamu’alaikum.” Ibu Saleha berpamitan. Ibu Saleha melanjutkan perjalanannya. Ia menyusuri rumah-rumah makan yang ada di sekelilingnya. Ia mengharapkan ada pekerjaan yang layak untuknya. Namun, itu tidak membuahkan hasil. Tapi Ibu Saleha tidak berputus asa. Ia tetap sabar.
Menyusuri jalan penuh debu. Tiba - tiba di suatu daerah Ibu Saleha melihat sepasang remaja berlawanan jenis yang sedang berdua-duaan. Ibu Saleha menegurnya.
“Astagfirullahal’adzim! Apa yang kalian lakukan disini? Tidak baik berdua-duaan di tempat yang seperti ini. Janganlah mendekati zina! Apa kalian ingin membantah perintah Allah? Sudahlah, kalian jangan berbuat seperti ini! Itu dosa!” Pinta Ibu Saleha dengan penuh harap. Namun pasangan itu malah mengusir Ibu Saleha. Ibu Saleha tetap tegar. Ia hanya menggelengkan kepala dan beristighfar. Ibu Saleha sangat sedih. Ia tidak bisa memberhentikan maksiat-maksiat yang ada di sekelilingnya. Ia berharap Allah menegarkan hatinya.
Di pagi hari, Zatina sang muslimah menyusul Ibu Saleha di tempat yang sama saat ia menemui Ibu Saleha. Namun Ibu Saleha sudah tiada. Zatina mencari Ibu Saleha kemana-mana. Di depan rumah makan dekat rumahnya, Zatina melihat Ibu Saleha tergeletak tak berdaya. Zatina kaget. Wajah Ibu Saleha sangat pucat. Ternyata Ibu Saleha pingsan. Zatina membawanya ke rumahnya.
Beberapa saat kemudian Ibu Saleha pun sadar. Ketika membuka matanya Ibu Saleha kaget. Di depan matanya ada Zayyina dan Zatina, seorang muslimah yang cantik dan baik hati.
“Alhamdulillah, Ibu sudah sadar. Ibu, sebaiknya ibu makan dulu, ya! Sepertinya ibu lemas sekali,” kata Zayyina. Ibu Saleha tidak bisa menolak rezeki, karena Rasul pun menyarankan agar rezeki Allah tidak ditolak. Akhirnya Ibu Saleha menerima tawaran Zayyina.
“Ibu, saya menjemput ibu ke rumah saya karena hanya beberapa hari lagi Ramadhan akan terselenggara. Kami ingin mempercepat acaranya. Kami tidak sabar menunggu hari itu. Kami berencana menyelenggarakannya besok hari. Apakah ibu tidak keberatan?” Tanya Zatina.
“Terima kasih banyak. Kalian baik sekali. Baiklah kalau begitu. Saya juga ingin segera menyambutnya.” Jawab Ibu Saleha dengan sedikit lemas karena fisiknya yang belum cukup kuat sehabis perjalanan yang cukup panjang itu. Zayyina dan Zatina ingin Ibu Saleha tinggal di rumahnya untuk beberapa hari. Ketika Ibu Saleha bingung akan baju yang akan dikenakan, Zayyina datang menghampiri Ibu Saleha. Zayyina memberikan pakaian yang cukup bagus untuk Ibu Saleha. Ya, sesosok Ibu Saleha tidak bisa menolak rezeki yang diberikan Allah. Ibu Saleha sangat bersyukur. Ibu Saleha memeluk Zayyina dan Zatina. Ibu Saleha menganggap Zayyina dan Zatina sebagai anaknya sendiri. Begitu juga dengan Zayyina dan Zatina yang menganggap Ibu Saleha sebagai ibunya. Kebetulan, kedua orang tua mereka berdua sedang berada di luar negeri. Mereka saling mengasihi. Meskipun Zayyina dan Zatina hidup berdua, tetapi mereka serba kecukupan, bahkan selalu bersedekah. Bisa dikatakan, bahwa Zayyina dan Zatina mempunyai harta yang lebih. Harta itu mereka manfaatkan untuk hal-hal yang positif.
Keesokan harinya, mereka bertiga ramai mempersiapkan acaranya. Mereka mempersiapkan dengan penuh tawa dan suka cita. Setelah persiapan selesai dan para jama’ah telah memenuhi kursi yang disediakan, akhirnya acara dimulai. Acara dibuka oleh pembacaan ayat suci al-qur’an oleh Zatina. Zatina memang pandai membaca al-qur’an. Suara merdu memecahkan kesunyian malam itu. Setelah beberapa acara terlewati, akhirnya pembawa acara memanggilkan Ibu Saleha sebagai pemberi Tausyiahnya. Ibu Saleha bersiap-siap. Dan Ibu Saleha membuka acaranya. Ceramahnya meliputi jasa-jasa Rasulullah, pengorbanan Rasulullah, dan tentu saja tentang Ramadhan. Ceramah Ibu Saleha membuat hati jema’ah dan kedua muslimah (Zayyina dan Zatina) luluh. Mereka merasa tersentuh dengan ceramahnya. Zayyina dan Zatina sempat menangis mendengarnya. Setelah acara selesai, Ibu Saleha turun dari panggung. Zayyina dan Zatina memberikan pujian kepada Ibu Saleha. Ibu Saleha sangat senang karena bisa memperingati maulid Nabi Saw. Mereka berharap Allah ridlo dengan apa yang mereka perbuat hari ini. Setelah acara selesai, mereka bercakap-cakap. “Alhamdulillah, terima kasih, Bu! Ceramahnya tadi sangat bagus dan menyentuh. Ibu memang seorang ustadzah yang hebat,” puji Zayyina.
Ibu Saleha sangat berterima kasih kepada Zayyina dan Zatina.
Beberapa bulan kemudian, banyak sekali warga yang mengundang Ibu Saleha untuk menyampaikan tausyiahnya. Warga menyukai ceramah Ibu Saleha. Jadi warga banyak yang mengundang Ibu Saleha. Ibu Saleha menyanggupkan tawaran-tawaran dari warga. Biasanya seusai acara ketika Ibu Saleha akan pulang, warga yang mengundang selalu memberikan uang untuk Ibu Saleha. Sebenarnya Ibu Saleha tidak mengharapkan uang. Namun, ia hanya ingin menjadikan negeri ini menjadi negeri yang Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur, yaitu negeri yang baik, negeri yang di ridhoi oleh Allah SWT sebagaimana yang dilakukan Rasul yang buktinya menjadikan Madinah menjadi negeri yang Baldah Toyyibah, hasil dakwah Rasulullah. Madinah yang dulunya bernama Yastrib, namun Rasul menggantinya dengan nama Madinah al-Munawwarah. Tapi mungkin kalian sudah mengetahui bahwa Ibu Saleha tidak bisa menolak rezeki Allah. Oleh karena itu Ibu Saleha menerima apa yang mereka beri. tak lupa ia selalu thankfull.Beberapa tahun kemudian Ibu Saleha menjadi ustadzah yang besar. Bahkan jarak yang jauh pun terjangkaunya. Zatina dan Zayyina selalu mendampingi Ibu Saleha. Akhirnya Ibu Saleha bisa menghidupi dirinya sendiri dengan hasil dirinya sendiri pula yang dibantu oleh Zayyina dan Zatina.
Ibu Saleha berencana pulang ke kediaman keluarganya. Meskipun Ibu Saleha pulang ke keluarganya yang berada di pulau yang berbeda, kasih sayang Ibu Saleha kepada Zayyina dan Zatina yang berusia 18 tahun itu tetap sama. Ibu Saleha juga berjanji akan mengunjunginya lagi jika masih ada kesempatan. Ibu Saleha berterima kasih banyak kepada Zayyina dan Zatina. Berkat mereka Ibu Saleha bisa kembali ke keluarganya. Ibu Saleha pun pulang ke keluarganya dan berkumpul bersama.
Empat tahun kemudian Zatina mengirim surat pos pada Ibu Saleha. Ia mengatakan bahwa kakaknya Zayyina akan menikah. Zatina mengundang Ibu Saleha untuk datang kemari sebagai kejutan untuk Zayyina. Ibu Saleha menyanggupinya dengan senang hati. Ibu Saleha berencana membawa keluarganya kesana. Karena Ibu Saleha sudah betah tinggal di kediaman Zatina dan Zayyina. Akhirnya Ibu Saleha memutuskan untuk tinggal bersama Zayyina dan Zatina. Keluarga pun setuju. Ketika mereka pindah ke daerah sekitar rumah Zayyina dan Zatina, mereka mengunjungi Zayyina yang hendak menikah. Zayyina tidak mengetahui bahwa Ibu Saleha dan keluarga akan datang ke pernikahannya. Ketika Zatina memanggil Ibu Saleha ke depan Zayyina. Zayyina terkejut dan langsung memeluk Ibu Saleha dengan penuh kerinduan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar