Jumat, 20 Maret 2020

Ablacık

Abla, Abla apa kabar? Saya harap abla selalu dalam keadaan baik-baik saja.
Apa abla masih ingat pada saya? saya talebe di tempat pertama abla berkhidmat. Abla baru lulus tekamul pada waktu itu. Abla datang dan hadir sebagai pembimbing kami. Abla. memulai untuk menyampaikan pelajaran dengan bahasa yang masih bingung untuk dipilih. Jujur kami tidak mengerti apa yang abla sampaikan dan kenapa abla seperti ini.

Hari demi hari saya lalui satu atap dengan abla. Walau saya bukan talebe dari halaqah abla tapi saya selalu memperhatikan abla. Abla tidak banyak bicara di halaqah. Abla lebih banyak membaca dan murojaah sambil mengawasi kita menghafal Alquran. Cara abla membaca pun tidak biasa. Abla menghentikan bacaan dengan merenung dan bertafakur lalu melanjutkan ke paragraf berikutnya. Dengan giatnya abla membaca, kini abla telah menjadi abla yang menyampaikan materi dengan cara menakjubkan!
Abla tidak menyampaikan dengan berdiri, bahasanya pun bisa dibilang kurang komunikatif. Tidak juga ada hiburan apalagi nyanyian. Tapi Abla  menyampaikan dari hati ke hati.

Meskipun ini adalah yayasan khusus tahfidz, abla selalu mengajari kami berbagai hal baru tentang keajaiban al-quran. Diri abla yang cocok dijadikan contoh menjadikan kami lebih paham dari apa yang abla sampaikan karena kami juga lihat sosok abla yang mengamalkannya.

Dalam sohbet, abla tidak pernah berniat menyindir siapapun. Alquran yang abla bawakan sebagai dalil justru membuat hati mereka terbuka menerima Alquran, bukan malah dalil untuk menakut-nakuti.

Abla selalu stabil walau kami nakal di luar batas. Kami tidak bisa membedakan kapan abla marah dan kapan abla bahagia. Kapan abla mood-nya baik, kapan buruk, kapan sedih kapan senang, kami tidak tahu. Dalam menghadapi permasalahan talebe abla tidak pernah memberi solusi dengan sesuatu yang membosankan, justru abla membuat pikiran dan hati kami terbuka. Abla bimbing kami dengan nasehat-nasehat penuh kasih sayang.

Saya pernah bertanya-tanya tentang abla pada abla yang lain. Ternyata lebih mengagumkannya lagi Allah SWT benar-benar mendidik kesabaran dan kestabilan emosional abla. Ketika abla masih talebe di Turki, ayah abla Allah ambil dalam posisi ablaasebagai talebe muhajir di Turki dan abla menghadapinya dengan doa, menyendiri dan terus berdoa. Abla dididik untuk menjadi abla yang sempurna.

Setoran kami yang tidak lancar selalu abla terima tanpa rasa kesal dan marah.
Abla selalu berada di titik bijaksana.

Abla...
Ketika itu saya tidak sengaja mendapati abla duduk sambil menangis di halaman asrama. Wajah manis abla basah dengan airmata abla yang cukup deras tanpa berpura-pura untuk tidak menangis, tanpa mengusap air mata.
Abla berkata pada saya untuk segera istirahat.
Saat halal bihalal saya mendatangi abla. Saya ingin restu dan ridho dari abla. Saya cium tangan abla. Saat itulah saya melihat abla menitikkan air mata dengan anggun. Abla usap kepala saya dengan kasih sayang walau tanpa mengeluarkan kata apapun.

Abla...
Apakah abla ingat ketika abla mengimami kami saat salat tarawih? Ramadhan itu abla khatamkan alquran 30 juz dengan hafalan abla yang mengagumkan.
Saat itu pula saya berpikir harus bisa seperti abla yang bisa mengimami tarawih dengan hafalan 30 juz!

Saat saya talebe, saya sering mendapat kabar  dari kawan-kawan saya bahwa mereka sering memimpikan dengan mimpi yang suci tentang abla. Masyallah!

Abla tidak menyuruh kami dengan kata-kata suruhan. Abla meminta bantuan dengan kata "boleh tidak?" mendengarnya pun membuat kami senang.

Abla tidak bergengsi jika ada pertanyaan yang ada tidak tahu. Dengan bijaksana abla katakan 'saya tidak tahu' pada sesuatu yang memang abla tidak tahu. Memang biasanya alim ulama mengatakan tidak tahu pada pada perkara yang belum yakin kebenarannya.

Abla...
Posisi Abla yang dulu adalah saya yang sekarang. Saya pun sama baru lulus tekamul. Saya juga bingung dalam memilih milih kata untuk disampaikan pada talebe. Tapi saya percaya jika saya banyak membaca dan berpikir seperti abla saya pun bisa menyampaikan sohbet yang menawan seperti abla.

Abla, saya menjadikan abla sebagai contoh, tapi saya tetap lah saya. Saya tidak bisa menyembunyikan mood dan emosional saya di depan talebe. Mereka selalu tahu keadaan mood saya. Saya coba untuk tidak banyak bicara seperti abla tapi kesalahan saya adalah saat saya terlalu sering memberi nasihat pada mereka sehingga mengundang rasa bosan, bukan malah membuka hati untuk mencintai.
Saya khawatir kalau saya selalu menjadikan Alquran sebagai beban dan bahan untuk menakut-nakuti mereka. Astagfirullah!

Abla, saya pernah menitikan air mata di depan talebe hanya karena saya tidak pandai mengontrol emosi, bukan air mata kasih sayang seperti yang dicontohkan.

Mereka juga memimpikan saya tapi mereka selalu bermimpi buruk tentang saya. Saya takut ini pertanda buruk bagi saya abla, saya selalu khawatir akan hal ini. Mereka adalah umat Nabi Muhammad yang seharusnya kita jaga sebagai amanah.

Asrama kami mendapat kemuliaan dari didikan abla yang tidak dimiliki asrama lain. Abla berkhidmat di sana selama 2 tahun. Talebe beruntung yang sempat abla didik dalam masa khidmat 2 tahun abla.

Abla tidak pernah memunculkan diri di halayak ramai tapi abla muncul di wisuda kami sebagai juri yang banyak mencuri perhatian tamu undangan dengan cara abla bertanya pada kami dengan pesona maknawiyah yang memukau.

Saya harap dunia ini masih memiliki mar'ah sholihah macam abla.
Saya yakin wanita shalihah masih banyak di dunia ini, hanya saja mereka sangat tersembunyi. Hanya orang-orang yang memiliki keahlian menyelam yang dapat menemukan mutiara mutiara berharga tersebut.

Doa restu dari abla selalu saya harapkan
salam hormat dari saya

Talebe abla

Tidak ada komentar:

Posting Komentar