Kamis, 11 Maret 2021

Ingatan Masa Kecil

 Ini adalah hobi baru. Mengenang masa lalu, masa kecil saya. Hal yang paling banyak diingat dari masa kecil saya adalah halaqoh ngaji di waktu magrib. Halaqah ini dipimpin oleh bapak. Bapak sengaja mengadakan kajian maghrib untuk anak-anak dan remaja supaya waktu mereka tidak terbuang sia-sia. Pesertanya ada Ices  kecil (saya), Fani, Iki, Opik -dari kalangan sepupu- ada juga Teh Mira, A Aghi -My siblings- dan ada juga Pépét, Éeng dan juga Rifa yang merupakan anak-anak Depok dekat rumah. Kita bisa bilang mereka "orang tonggoh"


Ini adalah Ingatan saya. Kurang lebihnya bisa diceritakan seperti ini... 


Dahulu setiap kajian maghrib, bapak selalu memilihkan satu ayat untuk di jelaskan maknanya -bukan hanya baca artinya- siapapun yang bisa menjelaskan makna dari ayat tersebut, bapak akan mengeluarkan Rp1.000 dari dompetnya untuk diberikan pada juara ngaji hari itu. Saya orang yang paling kecil saat itu, hanya ikut-ikutan ngaji, tapi pengen juga dapat hadiah. Hampir semua orang pernah mendapatkan uang Rp1.000, saya saja tak pernah. Saking pengennya saya mendapat hadiah, saya minta pada bapak untuk memilihkan ayat yang gampang saja yang kiranya saya bisa jelaskan maknanya. Bapak menuruti Keinginan saya. Saya dipilihkan ayat yang gampang, yang kiranya saya bisa jelaskan maknanya. Bapak menuruti Keinginan saya. Saya dipilihkan ayat yang gampang. Saya pikir extra supaya bisa menjelaskan (semampu saya), bukan hanya mengartikan.


Disana saya merasa puas karena akhirnya saya bisa juga dapat 1.000 dari kemampuan saya sendiri. 


Hari ini jadwal baca quran. Semua dapat gilirannya. Ketika gilirannya Eeng tiba, ia mengatakan belum bisa baca al - quran padahal usianya lebih besar daripada saya. Dengan sombongnya, Ices kecil berkata pada Pani "masa kalah sama kita sih, Pan?" Pani yang berumur 2 tahun lebih tua dari saya mengatakan "Jangan gitu, Ces!" 


Saat ini, sekarang dan detik ini, saya bersyukur pernah memiliki lingkungan seperti halaqah maghrib itu. Semua berisi pelajaran penting yang aku ingat sampai hari ini. Oke kita lanjutkan cerita.... 


Pertemuan lalu, bapak menjelaskan tentang doanya Nabi Sulaiman. Bapak mengatakan alangkah bagusnya doa tersebut apalagi kalau kita hafal kan. Siapapun yang hafal doa ini, bapak kasih hadiah. Mataku terbelalak mendengar kata 'hadiah'. Ices kecil memang senang dengan target, hadiah dan apresiasi.


Sebelum halaqah di pertemuan selanjutnya dimulai, saya harus menjadi orang pertama yang menyetorkan doa itu. Seharian saya habiskan untuk menghafal. Tempat yang saya senangi dalam menghafal adalah ruang tamu. Di ruang tamu, saya bolak-balik jendela, kursi, lalu berdiri, jalan dan lain-lain. Berbagai posisi telah aku coba untuk memperkuat Ingatanku. Ibu hanya sesekali mengontrol ke ruang tamu dan aku katakan sedang tidak ingin diganggu karena ada tugasnya yang harus disetorkan magrib nanti. Saat waktu maghrib telah dekat, bapak sudah dalam keadaan rapi. Bukan untuk masuk halaqah, tapi pergi ceramah ke tempat lain. Otomatis halaqah magrib diliburkan. Padahal anak-anak lain sudah datang untuk kajian hari ini. 

Saya sangat sedih dan kecewa, karena Ices yang telah berusaha menghafal doa ternyata tidak bisa disetorkan hari ini. 


Tiba-tiba saya menangis karena tidak ada kajian. Padahal saya udah hafal doanya. 


Bapak yang sedang buru-buru akhirnya menyempatkan diri masuk ke halaqah magrib hanya untuk bertanya siapa yang sudah hafal doa. Tidak ada yang hafal. Hanya saya saja. Saya yang sedang terisak nangis itu pun berusaha membaca doa yang seharian ini dihafalkan. Walau tersendat oleh isak tangis, Ices kecil berhasil jadi orang pertama yang hafal doa itu. Yeay! Saya dapat 10.000 dari bapak!

Setelah saya akhirnya puas, Bapak langsung menutup kajian karena harus pergi ke tempat lain. 


Hal yang serupa pernah terjadi di halaqoh magrib. Kajian disini sangat beragam. Hari ini bagiannya membaca kitab gundul. Ices kecil belum pernah belajar. Hanya ikut menyimak saja sambil berkata "Kok bisa ya mereka baca kitab yang nggak ada harokatnya begini" kataku sambil memperhatikan kitab yang hurufnya kecil-kecil. 

Semua ada gilirannya membaca. Ketika giliran saya tiba, lagi-lagi di hari itu bapak punya jadwal yang akhirnya halaqah diliburkan. Saya memperhatikan bapak yang sudah siap-siap pergi. Dengan wajah malang penuh harap, saya minta bapak untuk sekali ini saja menyimak bacaanku. Bapak mengiyakan saat itu. Bapak carikan kitab gundul dan aku baca seenaknya saja. Banyak yang bapak benarkan tapi bapak terus menyimak bacaan saya yang salah salah, hanya untuk menghargai keinginan saya yang ingin bisa baca kitab. 


Setelah beberapa saat menyimak bacaan, lalu bapak pergi. 


Oke halaqah kami berikutnya adalah pelajaran fiqih Safinatun Naja. Semua punya kitab. Ices yang tidak punya akhirnya protes kenapa dia tak punya. Bapak akhirnya memberi saya kitab Safınah, padahal saya tak tahu caranya. 


Saya masih SD sangat kecil. Sedangkan A Aghi dan Teh Mira, Eeng, Iki, Opik dan pepet sudah SMP dan SMA. Bapak mulai ngelogat. Saya memegang pensil dan saya lihat kitabnya. Bapak terus melanjutkan ngelogat sedangkan saya tak tahu harus berbuat apa. Thanpa tanya dan tengok kanan-kiri, saya eratkan tangan pada pensil yang dipegang, saya fokuskan mata pada kitab, dan mulai untuk menitikkan air mata tanda kelemahan :D ya, hanya bisa membanjiri kitab dengan air mata saja. Setelah halaman itu basah,  Ibuku melihat saya yang Menangis tanpa suara. Ia kaget melihat kitab sudah basah air mata. "Ampun ieu mah kumaha. Dieu ku mamah bantuan" Ibuku akhirnya mengajariku yang masih nangis walaupun dengan sedikit kesal padaku. Ya bagaimana lagi ya, susah ngadepin ices kecil :D


Halaqah magrib bener-bener unik! Tidak hanya sekedar halaqah. Dalam halaqah itu ada giliran membaca buku Bahasa Inggris! Tentu dengan menerjemahkannya juga. Ya saya ingat saat itu A Aghi dan Teh Mira yang sering bapak suruh untuk baca dan terjemahkan kata demi kata. Saya hanya jadi penyimak saja. Mungkin bapak tahu kalau saya kena bagiannya, buku malah bakal banjir lagi :D 


Mereka nurut ditunjuk bapak untuk terjemahkan. Walau banyak yang harus dibenarkan, tapi aku salut karena mereka sangat pintar! (pada masanya)


Cerita lanjut di judul berbeda InsyaAllah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar